Sejarah Singkat Tidore
Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan
kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau
Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal
dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”,
yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan
kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api –bahkan tertinggi di
gugusan kepulauan Maluku– yang mereka namakan gunung “Kie Marijang”.
Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal
dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’.

Menurut
catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri sejak Jou Kohlano
Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul awal 502H (1108M). namun, lokasi pusat
kerajaan tersebut belum diketahui. Asal usul Sahjati bisa dirunut dari
kisah kedatangan Djafar Noh dari negeri Maghribi di Tidore. Kemudian Noh
menikahi gadis yang bernama Siti Nursafa dan dikaruniai 4 orang putra
dan 4 orang putri. Dari ke 4 orang putra tersebut antaranya Sahjati
pendiri kerajaan Tidore.
Awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga,
informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih
dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati
sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga
ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang
mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan
pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi
ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam
sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang
beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di
selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan
Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan
mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong
oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
Sejarah Kerajaan Islam: Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.
Mahkota dan Keris Kesultanan Tidore |
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang
karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang
berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu
tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke
Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua
kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada
tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng
Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore
sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi
pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu
sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di
lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga
berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat
tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak
berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh
Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik
kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah
(1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari
Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore.
Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai
ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke
Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan
bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam.
Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan
sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa
di sekitar Maluku bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan
sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan
Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan
menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya
menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik
monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk
kesejahteraan masyarakat
Al-qur'an Tulis Tangan |
